Sekali lagi, Juventus mengonfirmasi kedigdayaan mereka di ajang Serie A Italia pascakemenangan 2-1 atas Fiorentina di Allianz Stadium.
Bianconeri merespons ketersingkiran memalukan dari kancah Liga Champions oleh Ajax dengan merengkuh Scudetto kedelapan secara berturut-turut di kancah domestik. Tak terkejar, tak terhentikan, tak ada lawan!
Sempat ketinggalan duluan oleh tembakan Nikola Milenkovic yang menghentak Turin, Alex Sandro membatalkan keunggulan sang tamu untuk menutup paruh pertama dengan skor sama kuat, 1-1.
Selepas jeda, Juventus tancap gas. German Pezzella di satu kesempatan gagal menghalau crossing Cristiano Ronaldo dengan sempurna sehingga merobek gawang timnya sendiri dan tuan rumah pun comeback.
Juventus sebetulnya hanya butuh hasil seri di pertandingan ini untuk mengamankan Scudetto dengan lima pertandingan tersisa di saat Napoli baru akan memainkan laga kontra Atalanta Minggu ini.
Namun, bukan Juventus namanya kalau tak meraih hasil maksimal. Fiorentina pun disikat dengan skor ketat.
Di samping itu, menjadi kampanye debut yang spesial bagi Ronaldo bersama Juventus. Selain kontribusinya mengantarkan tim juara, di musim perdananya di Serie A, sang megabintang mampu mengepak 19 gol sejak bergabung dari Real Madrid di musim panas lalu.
Kesuksesan back-to-back Si Nyonya Tua ini dimulai ketika musim 2011/12. Bak singa yang bangun dari tidurnya, Juventus merebut dinasti yang sebelumnya dikuasai Inter Milan dalam beberapa musim beruntun ke belakang sebelum kampanye treble winners mereka.
Antonio Conte menjadi dalang di balik hadirnya kembali supermasi Juventus. Musim 2011/12 menjadi momen pertama kalinya mereka mengangkat Scudetto sejak skandal Calciopoli 2006 silam.
Conte kemudian menghadirkan dua titel dalam dua edisi Serie A berikutnya sebelum di musim panas 2014 dia mengambil job melatih timnas Italia.
Conte memberikan tongkat estapetnya ke sang suksesor Massimiliano Allegri, yang kemudian melanjutkan dinasti tim dengan memenangkan Scudetto empat kali secara konsekutif.
Dengan kembali keluar sebagai juara pada kampanye 2018/19, berarti Juventus telah mengumpulkan titel Serie A sebanyak 35 trofi secara keseluruhan -- koleksi yang hampir menyentuh dua kali lipat dari total 18 piala milik sang rival AC Milan.
Raksasa Turin ini sebetulnya mengakhiri musim 2004/05 dan 2005/06 sebagai peringkat pertama. Namun, gelar itu kemudian dihibahkan ke Inter Milan selaku runner-up karena Si Nyonya Tua terbukti bersalah dalam skandal Calciopoli.
Di ajang domestik, publik Italia sudah kehabisan kata-kata untuk menggambarkan bagaimana hegemoni klub milik keluarga Agnelli tersebut.
Ekspektasi terbesar yang masih belum dapat terpenuhi sejauh ini hanya satu: Liga Champions. Makanya Ronaldo pun sampai diboyong Juventus dengan rela mengeluarkan mahar superbesar di musim panas lalu.
Sayangnya, kehadiran Ronaldo belum juga memberikan efek instan bagi Juventus untuk mengangkat Si Kuping Lebar setelah tersingkir dini di Liga Champions 2018/19.
Terakhir kali mereka juara di ajang tertinggi antarklub Eropa itu pada edisi 1995/96. Meski setelah itu Juventus mendapatkan lima kali kesempatan untuk tampil sebagai finalis, namun selalu berakhir sebagai runner-up.
Musim depan, Juventus akan kembali bekerja keras demi mewujudkan titel Eropa. Pasalnya, jika bicara juara domestik, barangali buat mereka sudah terasa "membosankan" dan bahkan kalau boleh dibilang tak lagi spesial saking dominannya mereka.
Bianconeri merespons ketersingkiran memalukan dari kancah Liga Champions oleh Ajax dengan merengkuh Scudetto kedelapan secara berturut-turut di kancah domestik. Tak terkejar, tak terhentikan, tak ada lawan!
Sempat ketinggalan duluan oleh tembakan Nikola Milenkovic yang menghentak Turin, Alex Sandro membatalkan keunggulan sang tamu untuk menutup paruh pertama dengan skor sama kuat, 1-1.
Selepas jeda, Juventus tancap gas. German Pezzella di satu kesempatan gagal menghalau crossing Cristiano Ronaldo dengan sempurna sehingga merobek gawang timnya sendiri dan tuan rumah pun comeback.
Juventus sebetulnya hanya butuh hasil seri di pertandingan ini untuk mengamankan Scudetto dengan lima pertandingan tersisa di saat Napoli baru akan memainkan laga kontra Atalanta Minggu ini.
Namun, bukan Juventus namanya kalau tak meraih hasil maksimal. Fiorentina pun disikat dengan skor ketat.
Di samping itu, menjadi kampanye debut yang spesial bagi Ronaldo bersama Juventus. Selain kontribusinya mengantarkan tim juara, di musim perdananya di Serie A, sang megabintang mampu mengepak 19 gol sejak bergabung dari Real Madrid di musim panas lalu.
Kesuksesan back-to-back Si Nyonya Tua ini dimulai ketika musim 2011/12. Bak singa yang bangun dari tidurnya, Juventus merebut dinasti yang sebelumnya dikuasai Inter Milan dalam beberapa musim beruntun ke belakang sebelum kampanye treble winners mereka.
Antonio Conte menjadi dalang di balik hadirnya kembali supermasi Juventus. Musim 2011/12 menjadi momen pertama kalinya mereka mengangkat Scudetto sejak skandal Calciopoli 2006 silam.
Conte kemudian menghadirkan dua titel dalam dua edisi Serie A berikutnya sebelum di musim panas 2014 dia mengambil job melatih timnas Italia.
Conte memberikan tongkat estapetnya ke sang suksesor Massimiliano Allegri, yang kemudian melanjutkan dinasti tim dengan memenangkan Scudetto empat kali secara konsekutif.
Dengan kembali keluar sebagai juara pada kampanye 2018/19, berarti Juventus telah mengumpulkan titel Serie A sebanyak 35 trofi secara keseluruhan -- koleksi yang hampir menyentuh dua kali lipat dari total 18 piala milik sang rival AC Milan.
Raksasa Turin ini sebetulnya mengakhiri musim 2004/05 dan 2005/06 sebagai peringkat pertama. Namun, gelar itu kemudian dihibahkan ke Inter Milan selaku runner-up karena Si Nyonya Tua terbukti bersalah dalam skandal Calciopoli.
Di ajang domestik, publik Italia sudah kehabisan kata-kata untuk menggambarkan bagaimana hegemoni klub milik keluarga Agnelli tersebut.
Ekspektasi terbesar yang masih belum dapat terpenuhi sejauh ini hanya satu: Liga Champions. Makanya Ronaldo pun sampai diboyong Juventus dengan rela mengeluarkan mahar superbesar di musim panas lalu.
Sayangnya, kehadiran Ronaldo belum juga memberikan efek instan bagi Juventus untuk mengangkat Si Kuping Lebar setelah tersingkir dini di Liga Champions 2018/19.
Terakhir kali mereka juara di ajang tertinggi antarklub Eropa itu pada edisi 1995/96. Meski setelah itu Juventus mendapatkan lima kali kesempatan untuk tampil sebagai finalis, namun selalu berakhir sebagai runner-up.
Musim depan, Juventus akan kembali bekerja keras demi mewujudkan titel Eropa. Pasalnya, jika bicara juara domestik, barangali buat mereka sudah terasa "membosankan" dan bahkan kalau boleh dibilang tak lagi spesial saking dominannya mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar